Sang Singa Lautan: Ahmad Bin Majid

Menentukan Lintang dengan menggunakan "jari"

Ilustrasi diatas mungkin sudah cukup untuk memberi kesan pertama kepada kita bahwa ia adalah seorang yang jenius. Bila jari biasanya digunakan untuk sekedar menentukan arah angin, manusia cerdas satu ini menggunakannya untuk menetukan titik pelayaran.
Ya, dia adalah  

Ahmad bin Majid bin Muhammad bin Omar bin Fadl bin Dwaik bin Yusuf bin Hassan bin Hussein bin Abi Mu’alaq bin Abi Al-Raka’ib Al-Najdy.

Buku-buku, gambar-gambar/ilustrasi, serta peta pelayaran yang dibuatnya telah menjadi panduan yang digunakan oleh para pelaut dunia selama bertahun-tahun sekitar abad 14-15 M. Temuan-temuannya dalam bidang navigasi kelautan telah mengubah perspektif dan metode pelayaran dunia di zamannya bahkan hingga kini. Dia adalah seorang Muslim Arab, navigator, kartografer, dan penulis; lahir dari keluarga yang pelaut terkenal sekitar 824 H/1421 M, di Julphar, Sarjah, yang kini menjadi salah salah satu bagian dari emirat Arab, yaitu pantai Oman.
Pengaruh ayahnya, yang juga seorang navigator terkenal dan biasa mengarungi Samudera Hindia, sangat penting dalam membentuk seorang Ahmad bin Majid. Sejak kecil ia dikondisikan untuk piawai menulis dan membaca, menghafal Al Qur'an, serta memperluas wawasan kelautan dengan membaca buku-buku mengenai wisata laut yang dikumpulkan dan dirangkum sang Ayah. Ahmad muda selalu mendengar cerita dari Ayahnya mengenai daratan di seberang Laut Merah dan Samudera Hindia, dan meyakinkannya bahwa kelak ia akan menjelajahi lautan dan sampai ke negeri-negeri itu sendiri. Ketika telah berusia 17 tahun dan memenuhi syarat-syarat yang dietapkan sang Ayah, Ahmad muda akhirnya diizinkan untuk melakukan pelayaran pertamanya. Pada palayaran itu ia menjalankan tugas sebagai juru mudi dan pengukuran navigasi.


Buku mengenai Prinsip dan Manajemen Navigasi, ditulis sekitar 1490 M

Kontribusi Ahmad bin Majid terhadap ilmu pelayaran sangat banyak. Ia menulis, membuat, menemukan peralatan & perlegkapan inovatif yang di kemudian hari menjad standar dalam pelayaran. Buku yang ditulisnya, "Fawa'id fii Ushul 'Ilm Al Bahr wal Qawaa'id" atau Buku Panduan Praktik, Prinsip dan Manajemen Navigasi yang ditulis pada tahun 19040 dinilai sebagai karyanya yang paling penting. Buku tersebut merupakan ensiklopedi navigasi dan pelayaran. Memuat sejarah dan prinsip-prinsip dasar kenavigasian, fase-fase bulan, garis rhumb, perbedaan antara pelayaran pesisir dan laut terbuka, loasi-lokasi pelabuhan dari Afrika Timur hingga ke Indonesia, posisi bintang, resume pola hujan dan cuaca, badai dan topik-topik penting lainnya yang sangat esesnsial bagi para navigator profesional.

Berikut ini merupakan catatan penting yang harus kita semua garis bawahi. Apa yang membuat Ahmad bin Majid jauh lebih unggul dari navigator-navigator lain di masanya adalah bahwa ia merupakan seorang yang sangat terpelajar. Dari buku-buku & catatan-catatannya, diketahui bahwa ia adalah seorang polygot yang menguasai bahasa Tamil, Afrika TImur, Persia & tentu bahasa Arab. Ia menulis tentang geografi, agama, sejarah, sastra, dan juga silsilah-silsilah penting dari tempat-tempat yang dikunjungnya. Ia menulis lebih dari 34 puisi dan prosa tentang ilmu navigasi hingga sekitar 4603 ayat.

Salah satu metode revolusioner yang ia lakukan adalah menempatkan kompas di dalam kotak. Namun perlu digarisbawahi bahwa ini bukan merupakan temuannya. Para pelaut Cina telah menggunakannya sejak abad ke-9, dan kemudian Ahmad bin Majid mengubahnya sehingga lebih baik. Selain kompas tersebut, Ia juga menguasai Kamal, serupa GPS tradisional yang diaplikasikan pada sebuah papan. Penggunaannya dipadukan dengan posisi jari dan didasarkan pada tinggi Bintang Utara. Video Age of Exploration di website Museum Mariners menunjukkan bagaimana beberapa alat navigasi digunakan. Video pertama adalah tentang penggunaan kamal, dan yang ketiga adalah tentang penggunaan Astrolabe.

Astrolabe - New York Metropolitan Museum of Art oleh listentoreason (Charles Tilford), Flickr
Ibn Majid and Vasco da Gama
Pada pertengahan abad 15, AHmad bin Majid membantu seorang navigator Portugis Vaco da Gama dalam menuntaskan semua rute perdagangan antara Eropa dan India dengan menggunakan Peta Arab yang sebelumnya tidak diketahui para pelaut eropa.

Yang patut menjadi pertanyaannya atas hal ini adalah: Apakah Ahmad bin Majid benar-benar membantu da Gama secara personal sebagaimana banyak diklaim pada buku-buku sejarah?
Sebab dalam beberapa referensi terdapat perbedaan mengenai hal ini. Ada yang menyebutkan bahwa da Gama meminta bantuan Ibnu Majid di tempat semacam kafe/bar pelabuhan setelah mengetahui informasi tentangnya dari pelaut-pelaut lain. Sumber lain mencatat bahwa Ibnu Majid melakukan hal tersebut untuk memenuhi permintaan raja Malindi sebagai bentuk penghormatan padanya, dan di sumber lain dikisahkan bahwa Ibnu Majid melakukannya semata-mata demi alasan ilmiah.

Bila Ibnu Majid membantu da Gama secara personal, maka hal tersebut tidak bisa diterima sebab pada pertengahan abad ke-15 konflik antara Eropa dan Muslim masih terjadi. Sehingga dari sisi strategis dan material mustahil hal tersebut dilakukan karena navigator sekelas Ibnu Majid dengan kemampuan dan segala temuan dan catatan-catatan penting rute pelayarannya ibarat harta karun bagi sebuah negara. Rahasia sepenting itu terlalu riskan untuk dibuka pada pihak musuh karena akan menyebabkan bergesernya dominasi rute perdagangan besar di Samudera Hindia dan China.
Alasan yang paling mendasar dan bisa mementahkan kekeliruan sejarah mengenai awal mula relasi da Gama-Ibnu Majid adalah karena beliau merupakan seorang muslim shaleh yang taat. Ia praktikkan semua ajaran islam termasuk tidak meminum alkohol (khamr). Hal ini bisa dilihat dari salah satu syair indah yang ditulisnya:



وينبغي للمعلم "
يقصد ربان السفينة أو قائدها
أن يكون عادلاً
تقياً لا يظلم أحداً
مقيماً على طاعة الله ،
 " متقياً الله حق اتقائه تعالى

Seorang Pemimpin,
Kapten ataupun Panglima Kapal,
Harus Shaleh dan Adil,
Tidak menindas,
Selalu taat kepada Allah,
dan senantiasa mengingat Allah dalam setiap tindakannya.


Jika sedemikian baik ungkapannya, bagaimana mungkin seseorang se-shaleh itu bisa teledor minum-minum dan memberikan rahasia penting yang bisa mengakibatkan mundurnya kejayaan perdagangan kaum muslimin?
Yang mulia Syaikh Sultan Ibnu Muhammad Al Qasimy, pemimpin kawasan Al Sharjah di UEA menulis sebuah pelurusan terhadap hal ini. Manuskrip berjudul "Deklarasi kebenaran Ahmad bin Majid bagi para Sejarawan Kapitalis" itu membandingkan beragam literatur yang berisi mengenai catatan-catatan saat da Gama dan Ibnu Majid mengunjungi Portugis, India dan Turki Ottoman. Dalam tulisannnya ia mempertanyakan bukti atas keratan sejarah kelabu Ibnu Majid bersama da Gama dan kemudian Ia meraih kesimpulan mencengangkan yang membuktikan bahwa yang membersamai da Gama, menunjukkan peta pelayaran dan mengarungi Samudera Hindia bersamanya bukanlah Ibnu Majid. Sosok tersbut dietahui adalah seorang navigator kristen asala Gujarat-India yang hidup pada masa kekuasaan Raja Malindi.
Penggalan syair Ibnu Majid yang melukiskan mengenai personalitasnya

Begitulah sepenggal sejarah Ahmad bin Majid, sang Singa Lautan, sang navigator revolusioner dalam sejarah pelayaran, yang memberi kontribusi besar dalam teknik dan manajemen ekspedisi modern.
Kisah ekspedisi, temuan-temuan dan kisah lain mengenai dirinya perlu diulas lebih lengkap, dengan disertai cuplikan sumber yang lebih terpercaya. Hal ini sangat penting untuk meluruskan begitu banyak kekeliruan sejarah para cendekiawan dan tokoh-tokoh muslim yang berkontribusi penting bagi peradaban dunia.
Latest
Previous
Next Post »
0 Komentar