Melindungi ISIS di Indonesia



ISIS di Indonesia memiliki struktur yang fleksibel, namun kokoh diantara kelompok jaringannya yang tumbuh dan muncul dari dasar. Tanpa mungkin banyak yang mengetahui, ternyata ISIS terdistribusi cukup masif terutama di kawasan timur Indonesia. Sulawesi Selatan (Selayar dan Makasae), Sulawesi Tenggara (Konawe), Maluku, Nusa Tenggara (Kupang, Alor dan Bima) serta Papua adalah beberapa provinsi yang berpotensi besar menjdi titik-titik tumbuh ISIS di Indonesia. Peta dibawah ini menunjukkan titik lokasi keberadaan ISIS di nusantara.



Mengacu pada Linnaeus (1758), ISIS di Indonesia memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Klas
: Anthozoa
Subklas
: Octocorollia
     Ordo
: Alcyonacea
     Subordo
: Holaxonia
          Famili
: Isididae
               Genus
: Isis
                    Spesies
: Isis hippurus
Nama umum
: Bambu laut
Nama lokal
: Sariawan (Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara)

Bambu laut (Isis hippuris) merupakan salah satu jenis oktokoral yang hidup di perairan tropis Indo Pasifik. Jenis ini dikelompokkan ke dalam kelompok Gorgonia, yaitu seperti yang telah diutarakan pada paragraf pertama, kelompok oktoral yang mempunyai kerangka dalam (aksial) yang lentur namun kokoh di bawah jaringan koloni, serta tumbuh dan muncul dari substrat dasar. Keerangka aksial tersebut terdiri dari gorgoin yang keras, padat, liat dan fleksibel, seperti zat tanduk yang memiliki kolagen dan senyawa protein. Gorgonia biasanya merupakan penyusun terumbu karang yang memiliki tampilan sangt menarik berkat warna keemasan, kuning terang kehijauan atau coklat. Biota ini memiliki cbang-cabang yang tersusun menyerupai bambu sehingga populer dengan nama bambu laut.

Koloni bambu laut memiliki kemiripan dengan koloni kelompok akar bahar Rhumpella sp., terutama pertumbuhan yang mirip semak dan permukaan koloni yang halus. Perbedaan yang khas adalah Isis hippuris memiliki cabang yang lebih pendek dengan ujung lebih bulat (Grasshof & Bargibanh 2001). Tekstur tubuh dan koloni Rhumpella sp. Lebih lentur dan melambai-lambai bila dilewati arus/ombak, sedangkan Isis hippuris agak kaku dan hanya sedikit bergoyang bila terkena ombak.


Bambu Laut (Isis hippuris)

Akar Bahar (Rhumpella sp.)

Isis hippuris memiliki potensi senyawa bioaktif Hippurstanol yang memiliki khasiat sebagai anti bakteri, anti virus, bahkan anti kanker. Senyawa tersebut diperoleh dengan melarutkan jaringannya dalam metanol, dihancurkan, kemudiaan mengisolasi kandungan steroidnya. Hippuristanol bersifat sitotoksik, yaitu mampu memengaruhi sel dalam suatu jaringan dengan kandungan racunnya. Hal ini sangat bermanfaat diaplikasikan di dunia kedokteran dalam memperlambat dan mencegah perkembangbiakan virus dan sel kanker.

Jauh sebelum potensi tersebut diketahui, Isis hippuris  telah lama jadi komoditas incaran masyarakat pesisir karena nilai jualnya yang sangat tinggi. Di Eropa, Amerika, serta Asia Timur Isis hippuris banyak diminati sebagai bahan hiasan. Khusus di Cina, bambu laut banyak diminati sebagai bahan campuran untuk membuat porselen.

Isis hippuris pada awalnya tidak termasuk biota yang dilindungi secara nasional. Namun mengetahui bahwa terjadi pengambilan yang berlebih (over exploitation) serta merusak terumbu karang sehingga mengancam kelestraian terumbu karang, maka pada tahun 2014 Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Keputusan Menteri Nomor 46/KEPMEN-KP/2014 tentang penetapan status perlindungan terbatas bambu laut (Isis spp.) yang berlaku hingga tahun 2019.

Kemudian berdasarkan UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut dan perubahannya pada UU No. 1 tahun 2014 secara jelas disebutkan bahwa kegiatan penambangan terumbu karang ataupun kegiatan yang secara langsung maupun secara tidak langusng dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang DILARANG dilakukan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Karena bambu laut merupakan bagian dari ekosistem terumbu karang, maka peraturan dan pengelolaannya tidak bisa dipisahkan dari semua peraturan dan pengelolaan terumbu karang.

Selain kedua landasan diatas, masih terdapat beberapa landasan hukum yang dapat dioptimalkan sebagai dasar untuk melindungi bambu laut:

  • UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 45 tahun 2009
  • PP No. 20 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan
  • PerMen KP No. PER-03/MEN/2010 tentang Tata Cara Penetapan Perlindungan Jenis Ikan
  • Surat edaran Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan No. SE.2266/P2HP/HK.155/X/2013 tanggal 4 Oktober 2013 tentang Larangan Menerima, Mengolah, dan Memasarkan Produk Perikanan yang Berasal dari Kegiatan Perikanan yang Merusak Lingkungan
  • Surat Edaran Bupati Sinjai No. 660/943/SET, tanggal 23 Juni tahun 2005 tentang Pelarangan Pengambilan Bambu Laut dan sejenisnya
  • Surat Edaran Gubernur Sulawesi Tengah No. S.23/596/DISKANLAUT/2009 mengenai larangan eksploitasi bambu laut di Propinsi Sulawesi Tengah.

Nilai jual bambu laut di tingkat nelayan sangat rendah yaitu berkisar antara Rp. 300-500/kg. Nilai tersebut sangat tak sebanding dengan nilai kerusakan ekosistem terumbu karang yang diakibatkan dari proses pencungkilan bambu laut oleh para nelayan. Kondisi ini menjadi salah satu pertimbangan penting dalam penetapan perlindungan terbatas pemanfaatan bambu laut di Indonesia.

Sesungguhnya penetepan status perlindungan belumlah cukup. Pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum lebih diperlukan untuk memutus rantai ilegal pemanfaatan & ekspor bambu laut. Dalam melakukan pengelolaan dan konservasi sumberdaya bambu laut diperlukan keterliabatan penuh ppemangku kepentingan yang meliputi direktorat teknis yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan konservasi, lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan, perguruan tinggi, masyarakat adat, dan lembaga swadaya masyarakat.

Jangan dikesampingkan, peran serta setiap elemen yang peduli dapat dilakukan dengan cara masing-masing. Optimasi media sosial dan memfungsikan diri sebagai media kampanye peduli dapat dilakukan dengan mudah kapanpun dan dimanapun.
Previous
Next Post »
0 Komentar